Di awal Januari 1958, CIA melalui Chief of Operation, Frank Wisner memberikan perintah operasi rahasia kepada Chief of Far East Division, Al Ulmer yang kemudian meneruskannya ke unit Far East/Air Operation yang diketuai oleh John Mason, ex kolonel infantri US Army yang bertempur di medan Eropa selama Perang Dunia ke-2 sebelum akhirnya bergabung dengan CIA pada tahun 1952.
Operasi itu diberi code name “Operation Haik”, nama itu berdasarkan kode dua huruf yang dipakai CIA untuk menyebut Indonesia, “HA”. Seperti halnya operasi Air Drop yang satu bulan kemudian akan dieksekusi di Bandara Tabing pada bulan Februari 1958 yang diberi code name “Operation Hance” yang juga masih berawalan “HA” sesuai kode dua huruf CIA untuk Indonesia.
Dengan mengandalkan koneksi Pentagon, John Mason berhasil menyiapkan penyelundupan senjata, amunisi dan perlengkapan perang untuk 8000 pasukan yang mencakup lebih kurang 900 pucuk pistol, 1440 senapan mesin ringan dan 1,3 juta amunisi yang dimuat ke dalam 2 kapal tongkang motor dan diangkut dari Pangkalan US Navy di Subic Bay, Filipina oleh kapal US Navy Landing Ship Dock USS Thomaston LSD-28. Sebagai pengawal adalah kapal selam USS Bluegill yang membawa serta John Mason untuk sekaligus akan mengawasi dan mendokumentasikan jalannya operasi melalui periskop. Konvoi ini berangkat dari Subic Bay pada tanggal 8 Januari 1958 dengan tujuan Selat Mentawai di lepas pantai Padang.
Pada tanggal 11 Januari 1958 atau dua hari setelah pertemuan para pimpinan PRRI di Sungai Dareh konvoi telah memasuki Selat Mentawai dan koordinat lokasi pun segera dikirimkan kepada agen CIA di kota Padang, yaitu Fravel “Jim” Brown yang terus memantau pergerakan konvoi bersama Kapten Sabaruddin dan Letkol Sjoeib dari PRRI. Setelah mendapatkan koordinat dua kapal tongkang yang diluncurkan dari USS Thomaston, Fravel “Jim” Brown dengan antusias segera mengontak beberapa pimpinan PRRI melalui radio, “Our baby is about to be born”.
Yang Baru Nyonthong!